
Jakarta, Swamedium.com — “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” [Al-Maidah: 51]
Terjemahan ayat yang mulia ini saya petik dari Terjemahan Al-Qur’an Departeman Agama Republik Indonesia, dan selaras dengan penjelasan para ulama ahli Tafsir Al-Qur’an dan Bahasa Arab berikut ini :
Al-Imam Abu Bakr Al-Jashshosh Al-Hanafi rahimahullah (w. 370 H) berkata kitab Tafsir beliau,
“Dalam ayat ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa orang kafir tidak boleh menjadi wali bagi seorang muslim.” [Ahkaamul Qur’an, 4/99]
Makna wali memang memiliki cakupan makna yang luas, dan pemimpin atau penguasa termasuk dalam cakupan maknanya. Disebutkan dalam kamus-kamus Bahasa Arab,
“Perwalian dengan dikasrah huruf awalnya bermakna sultan (penguasa).” [Mukhtaarus Shihah, hal. 345, Lisaanul Arab, 15/407, Tajul ‘Arus, 40/242]
Perwalian juga bermakna bersifat loyal atau lawan dari permusuhan, makna ini juga disebutkan dalam kamus-kamus Bahasa Arab,
“Wali adalah lawan kata musuh.” [Mukhtaarus Shihah, hal. 345, Tajul ‘Arus, 40/242]
Ahli Tafsir Mazhab Syafi’i Al-Imam Ibnu Katsir Asy-Syafi’i rahimahullah (w. 774 H) berkata dalam kitab Tafsir beliau,
“Dalam ayat ini Allah ta’ala melarang hamba-hamba-Nya yang beriman untuk bersikap loyal kepada Yahudi dan Nasrani.” [Tafsir Ibnu Katsir, 3/132]
Dan tidak diragukan lagi bahwa memilih pemimpin termasuk sebesar-besarnya sikap loyal. Oleh karena itu “Ulama seluruhnya sepakat atas haramnya memilih pemimpin kafir”.
Imam Besar Mazhab Syafi’i Al-Imam An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah telah menukil ijma’ dari Al-Qodhi ‘Iyadh,
“Berkata Al-Qodhi ‘Iyadh, Ulama telah sepakat (ijma’) bahwa kepemimpinan tidak sah bagi seorang kafir, dan jika seorang pemimpin muslim menjadi kafir maka harus diselengserkan.” [Syarah Muslim, 12/229]
Al-Imam Ibnu Hazm rahimahullah :
“Syarat pemimpin haruslah seorang muslim, karena Allah ta’ala berfirman, ‘Dan Allah sekali-kali tidak memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang yang beriman.’ (An-Nisa: 141). Dan kepemimpinan adalah sebesar-besarnya jalan (untuk menguasai kaum muslimin).” [Al-Fishol, 4/128]
Maka jelaslah keharaman memilih pemimpin kafir berdasarkan Al-Qur’an dan kesepakatan ulama Islam, sehingga apabila para ulama mengingatkan kaum muslimin untuk tidak memilih pemimpin kafir, dari sisi mana dianggap memanipulasi ayat? (JM)
Wallahu’alam bishawab